Bumi Allah, 29 Sya’ban 1435 H
Di
hari ini, aku ingin menyapamu dengan cara lain, dengan cara yang tak biasanya,
lewat tutur kata demi kata yang merekam jejak. Dan jadikanlah aku sebagai laki-laki
yang terakhir, yang terakhir, ia yang terakhir menyapamu dan biarkanlah aku
menjadi seorang laki-laki yang paling dikenang untukmu. Hahaha, sudah
lupakan-lupakan. Aku tahu kok, perempuan sepertimu tidak akan mungkin terusik
hatinya oleh laki-laki sepertiku.
Hei
violet, aku dengar hari ini kamu sedang bahagia ya? Ia, bahagia. Karena semua
sahabatmu memanjatkan doa-doa kebaikan untukmu. Semua sahabatmu memberikan
hadiah terbaik untukmu. Orangtuamu menyiapkan hidangan masakan dengan citra
rasa yang tak kalah hebatnya dari para koki yang ada di hotel bintang lima
untuk menyambut kehadiranmu di rumah.
Hmmm,
wajar saja orang-orang memperlakukanmu sebaik itu. Kamu perempuan yang baik
hati sih, sampai-sampai aku hampir terpikat oleh pesonamu. Pesona manismu
menjadi energi positif bagiku untuk terus memperbaiki diri. Bener gitu ga yaaa?
Enggak lah, niatku untuk berhijrah, InsyaAllah untuk mengejar mahabbahNya,
bukan untuk mendapatkan cinta dari para makhluk ciptaanNya. Kamu juga pasti begitu
bukan?
Hei,
hei, hei, sudah lah, sudaaah... Tak perlu kamu menyinggung tentang pesonaku.
Sudah aku tegaskan bukan, hatiku tidak akan mungkin terusik oleh laki-laki
sepertimu. Oke, baiklah. Kamu memang perempuan yang cukup keras untuk menanggapi
hal ini. Tapi untuk kali ini aku sepakat denganmu, dengan begitu kamu akan
lebih terjaga dari hal-hal yang dapat mengotori fitrah hati ini. Syukurlah kamu
cepat menyadarinya. Dengan begitu aku semakin yakin, kamu lah laki-laki yang
dipilih Allah untuk menjadi Qawwamku.
Ah,
masa siiiih?!? Aku tidak pantas untuk menjadi Qawwammu. Hafalan ayat-ayat Qur’anku
saja masih sedikit, apalagi kuantitas amalan-amalan yaumiku yang masih sedikit.
Aku tegaskan imanku saja masih compang-camping. Hei violet, sudahlah lah
sudaaah... Tidak semua perasaan harus dikatakan pada saat ini juga bukan?
Simpan saja sampai waktu yang tepat, aku tetap menunggumu kok. Aku tidak akan
menghilang darimu, temukan saja aku di langit, di dalam doa-doa panjatmu, di
dalam harapanmu. Jemputlah aku di langit, sebab aku tahu, kamu mengenalku bukan
karena ada dan rupa. Tapi karena doa kita yang telah bertemu sebelum kasih kita.
Doa yang kau panjatkan, ketika Yang Maha Kasih turun disepertiga malam
terakhir. Doa yang kau panjatkan, hingga dapat mengguncang ArsyNya.
Aku tahu, bahwa semua ini sudah diatur sedemikian
rupa oleh Sang Pencipta. Tidak ada sehelai daun pun yang gugur tanpa
sepengetahuanNya. Tidak ada satu semut hitam di dalam gelap pun yang luput dari
penglihatanNya. Di sini, aku hanya ingin memahami apa yang terjadi dengan rasa
ini. Apa sebenarnya yang membuat nama kita saling bertaut. Hanya itu.
Terlepas dari itu semua, dalam benak pikirku yang
lain, aku meyakini, pendam rasa yang kita simpan adalah bentuk harap yang
kini Allah berikan jawabannya. Semoga Allah menyampaikan usia di hari Miitsaqan Ghaliiza nanti.
By the way, Barakallah fii umrik, violet yang tak
bisa disebut namanya disini. Maaf, begitu terlambat. Seperti biasa, aku selalu
terlambat, terlambat untuk menyatakan rasa ini padamu. Karena aku kurang pandai
dalam menerjemahkan rasa ini.
Pria sederhana yang teramat jauh dari sempurna,
Iqbal Sujida Ramadhan
Gomawo..
ReplyDelete