Sunday 16 November 2014

Sekuel Monolog Rasa #2


Bumi Allah, 23 Muharram 1436 H

"Karena keberkahan-Nya itu ada di sekitar hal-hal kebaikan yang kamu lakukan, maka patutlah kamu untuk bersyukur, bila disibukkan dengan kegiatan-kegiatan yang selalu mendekatkan diri kamu kepada Allah SWT"

Diakhir pertemuan itu, kamu (lagi dan lagi) menorehkan pesan yang kembali membuatku terpesona.
Sudah tak diragukan lagi kemampuanmu untuk mengolah rasa menjadi kata. Kalimat apapun yang keluar dari mulutmu, selalu saja meneduhkan hatiku yang terik ini dan membuatku berdecak kagum.
Terimakasih telah menjadi pengingat, agar aku senantiasa menjadi pribadi yang kian menawan dihadapan-Nya dari hari ke hari.
Bahkan ucapan terimakasih pun, takkan bisa membalas segala baik-budimu padaku selama ini.
Sudah biarkan saja, tetaplah selamanya begitu.

Jauh dari hari pertemuan kita terakhir itu, aku mencoba untuk mengintip halaman pribadimu di dunia maya. Tiba-tiba aku kembali dibuat terperangah, bukannya apa-apa, aku menemukan tulisan ini di teras teratas halaman pribadimu.




Surat tak berbalas ini, kutulis untukmu yang telah berhasil membuatku rindu

Mengurai rindu di ujung senja
bersama mentari terbenam dalam getirnya harap
Hingga rembulan kembali menatap mesra
memancarkan cahanya yang penuh kehangatan

............................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................

Ternyata merindu itu menyesakkan dada
menguras pikiran dan menyita hati
Walau semesta mencoba untuk membendungnya
tetap saja meledak-meledak

............................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................




Aku tak suka melihatmu dirundung rindu, sementara aku belum siap membersamaimu.
Kutahu rasa lelah ini telah menggerogoti kesendirianku, bahkan aku mulai sulit mengayunkan jentik demi jentik jemari ini, apalagi menuangkan rasa.
Sejak pertemuan terakhir itu, aku sudah berhenti menggantungkan harapan padamu, bukannya apa-apa, karena begitu harapan yang aku taruh padamu itu tidak mencapai ekspektasiku, aku belum siap untuk dikecewakan dengan orang yang (juga) aku rindukan.
Lantas hal yang bisa kulakukan saat ini adalah mencoba untuk berserah pada-Nya, menghormati keputusan-Nya dan mensyukuri ketetapan-Nya. Aku tak mau (lagi) menjalani hidup dengan bergelimangnya bualanmu.
Kuharap kamu cukup paham untuk tetap menyemburatkan senyum terindahmu. Karena jalan yang kita pilih, belum tentu Dia suka. Mari kita mengejar janji-Nya saja.
Bila janji-Nya adalah segera mempertemukan kita (kembali), apakah kita sudah siap?


Pria sederhana yang teramat jauh dari sempurna,





Iqbal Sujida Ramadhan

No comments:

Post a Comment

 

blogger templates | Make Money Online