Sunday 28 December 2014

Sekuel Monolog Rasa #3




Bumi Allah, 6 Rabi'ul Awal 1436 H


"Menanti, menunggu, merindu, bahkan mencinta. Sesungguhnya ini termasuk hal-hal yang tak pernah terselesaikan, jika tak ada kepastian."


Bagaimanapun juga perempuan itu butuh suatu kepastian.
Tak bisa kamu gantungkan begitu saja, layaknya mimpi-mimpimu di ketinggian langit.
Kalau toh pun kamu ingin menggantungkannya, mereka butuh pegangan yang kuat.
Bukannya apa-apa, mereka makhluk yang mudah sekali terjatuh, tak bisa kamu permainkan semudah itu, apalagi yang menyangkut perasaannya.


Pernah suatu hari aku bertanya, "mengapa kamu butuh kepastian?"
Lalu kamu pun menjawab, "hanya sekedar untuk membuat perasaanku sedikit nyaman, meskipun bisa saja sewaktu-waktu, kamu pergi meninggalkanku dan tak pernah kembali."


Ternyata dari jawabanmu itu, aku dapat menyimpulkan bahwa rasa khawatirmu jauh lebih besar dari rasa cintamu.
Aaahhhh..... lagi-lagi dominasi perasaanmu begitu kuat. Kamu memang dianugerahi sensor-sensor perasaan yang begitu sensitif.


Untuk sementara waktu, aku hanya ingin berpesan untukmu,
"Jangan kamu kira, ucapanku selama ini hanya berhenti di titik angan-angan saja dan sekedar janji yang tidak bisa ditepati. Karena aku tahu, kamu suka untuk diperjuangkan bukan?"


Dan akan kuberitahukan, bagaimana caranya untuk menjaga perasaanmu tetap nyaman hingga kepastian hari Mitsaqan Ghaliiza itu tiba. Beginilah caranya,


"Belajarlah dengan baik, tentang apa saja terutama ilmu agama. Datanglah ke berbagai majelis ilmu (jika Allah berkehendak mempertemukan kita sekali, dua kali, bahkan lebih disana, tentu akan menyenangkan bukan?). Mendekatlah pada Al-Qur'an, aku sangat berharap di suatu hari nanti kamulah yang mengajarkan kepada mujahid-mujahid kecil kita bagaimana cara membacanya. Karena itulah, kamu digelari madrasah terbaik yang ada di dunia ini.
Tetaplah di tempat itu, berdiri di posisi yang sama, dengan jarak yang sama sebelum hari itu tiba. InsyaAllah, aku akan menjemputmu, tenang saja."



"Bagi mereka yang mengupayakan cinta, setiap musim membagi cindera mata, kristal salju, kuntum bunga, pasir pantai, serasa hangat juga payung dan layang-layang. Bagi mereka yang mengupayakan cinta ditiap cuaca, cerah berbagi harapan, awan bersulam rahmat, hujan menyanyi rezeki, badai mengeratkan peluk dan tiba-tiba, surga mengetuk pintu rumah."
ust. Salim A. Fillah


Mau kan, untuk mengupayakan cinta bersama?





Pria sederhana yang teramat jauh dari sempurna,





Iqbal Sujida Ramadhan

Monday 22 December 2014

Be My Mother Until Jannah


Bumi Allah, 29 Safar 1436 H

"Dari rahimnya, penyair sunyi terlahir. Lewat bahasa kalbunya, pujangga mendendangkan kata."

Dulu sih kerjaannya gantiin popok Iqbal, sekarang mah seringnya ngomentarin hasil setrikaan baju Iqbal mulu. Maafin ya Bu kalo kusut wae bajunya, kan Ibu juga yang ngajarin Iqbal gimana caranya setrika baju. Tapi tenang aja Bu, bagaimanapun juga Ibu madrasah terbaik buat Iqbal yang pernah ada selama ini.

Ibu tau kan, kalau derasnya hujan belum ada apa-apanya, dibandingkan dengan derasnya rasa sayang Iqbal sama Ibu. Hahaha, udah lama banget ya Bu, Iqbal ga ngegodain Ibu kalo lagi ketemu. Maaf ya Bu, kalau akhir-akhir ini, quality time kita berkurang. Tapi tenang aja Bu, bagaimanapun juga Ibu tetep jadi tempat curahan hati Iqbal, kalau ada apa-apa.

Maaf untuk kesekian kalinya, sampai sekarang Iqbal masih belum bisa menciptakan lengkung terindah di bibir Ibu. InsyaAllah, kalau iqbal punya rejeki lebih, iqbal pengen banget ngajak Ibu buat Sa'i bareng dari Shafa ke Marwah.

Jadi keingetan, kisahnya Siti Hajar. Bukit Shafa dan Marwah itu telah menjadi saksi sejarah perjuangan seorang ibu dalam menyelamatkan anaknya dari kehausan, puluhan abad silam.
Makasih ya Bu, udah memperjuangkan kemenangan Iqbal selama 9 bulan di dalam kandungan dan menyelamatkan Iqbal dari kelaparan dan kehausan selama ini.

Bu, lagi-lagi Iqbal cuma bisa memanjatkan do'a buat Ibu.

Ya Rabb... Ya Rahman Ya Rahim...
Ampunilah segala dosa-dosa Beliau
Sempurnakanlah kebahagian hidup Beliau
Haramkan api neraka-Mu untuk Beliau
Karuniakan syurga-Mu tanpa hisab untuk Beliau

Aamiin ya rabbal 'alamiin...


Sepenuhnya cinta dari buah hati kecilmu,





Iqbal Sujida Ramadhan

Sunday 16 November 2014

Sekuel Monolog Rasa #2


Bumi Allah, 23 Muharram 1436 H

"Karena keberkahan-Nya itu ada di sekitar hal-hal kebaikan yang kamu lakukan, maka patutlah kamu untuk bersyukur, bila disibukkan dengan kegiatan-kegiatan yang selalu mendekatkan diri kamu kepada Allah SWT"

Diakhir pertemuan itu, kamu (lagi dan lagi) menorehkan pesan yang kembali membuatku terpesona.
Sudah tak diragukan lagi kemampuanmu untuk mengolah rasa menjadi kata. Kalimat apapun yang keluar dari mulutmu, selalu saja meneduhkan hatiku yang terik ini dan membuatku berdecak kagum.
Terimakasih telah menjadi pengingat, agar aku senantiasa menjadi pribadi yang kian menawan dihadapan-Nya dari hari ke hari.
Bahkan ucapan terimakasih pun, takkan bisa membalas segala baik-budimu padaku selama ini.
Sudah biarkan saja, tetaplah selamanya begitu.

Jauh dari hari pertemuan kita terakhir itu, aku mencoba untuk mengintip halaman pribadimu di dunia maya. Tiba-tiba aku kembali dibuat terperangah, bukannya apa-apa, aku menemukan tulisan ini di teras teratas halaman pribadimu.




Surat tak berbalas ini, kutulis untukmu yang telah berhasil membuatku rindu

Mengurai rindu di ujung senja
bersama mentari terbenam dalam getirnya harap
Hingga rembulan kembali menatap mesra
memancarkan cahanya yang penuh kehangatan

............................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................

Ternyata merindu itu menyesakkan dada
menguras pikiran dan menyita hati
Walau semesta mencoba untuk membendungnya
tetap saja meledak-meledak

............................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................




Aku tak suka melihatmu dirundung rindu, sementara aku belum siap membersamaimu.
Kutahu rasa lelah ini telah menggerogoti kesendirianku, bahkan aku mulai sulit mengayunkan jentik demi jentik jemari ini, apalagi menuangkan rasa.
Sejak pertemuan terakhir itu, aku sudah berhenti menggantungkan harapan padamu, bukannya apa-apa, karena begitu harapan yang aku taruh padamu itu tidak mencapai ekspektasiku, aku belum siap untuk dikecewakan dengan orang yang (juga) aku rindukan.
Lantas hal yang bisa kulakukan saat ini adalah mencoba untuk berserah pada-Nya, menghormati keputusan-Nya dan mensyukuri ketetapan-Nya. Aku tak mau (lagi) menjalani hidup dengan bergelimangnya bualanmu.
Kuharap kamu cukup paham untuk tetap menyemburatkan senyum terindahmu. Karena jalan yang kita pilih, belum tentu Dia suka. Mari kita mengejar janji-Nya saja.
Bila janji-Nya adalah segera mempertemukan kita (kembali), apakah kita sudah siap?


Pria sederhana yang teramat jauh dari sempurna,





Iqbal Sujida Ramadhan

Monday 20 October 2014

Wilujeng Tepang Taun Farmasi Unpad 2010 Nu Ka Opat


Bumi Allah, 16 Oktober 2014

Dalam degup rasa yang keempat-kalinya, aku (lagi-lagi) jatuh.
Ini semua, karena kalian yang memulainya.
Dalam debar rasa yang keempat-kalinya, aku (lagi-lagi) cinta.
Ini semua, karena kalian yang mengawalinya.

Iya kalian, yang telah membuatku jatuh dan membuatku cinta pula. Tentang rasa jatuh dan cinta yang sudah kita tanam empat tahun lalu, kini rasa itu terus menyublim, mengisi ruang hati kita yang kosong. Ahh, hangat sekali rasanya. Aku tak mau melepaskan kalian.

Untuk kalian yang tak akan ada habis-habisnya, mengisahkan cerita, menggoreskan warna, dan menorehkan kenangan sampai akhir nanti.
Tetaplah hidup dan jangan pernah mati.

Seperti batang pohon, kokoh dan menjulang tinggi ke langit biru.
Kelak, aku ingin kalian seperti itu.
Seperti buah, begitu ranum dan manis sekali rasanya.
Kelak, aku harap kalian seperti itu.

Terimakasih untuk segala rasa yang telah hadir, aku banyak belajar dari kalian. Semoga jarak yang tercipta sekarang, bukan hadir untuk menghukum kita, tapi untuk menguatkan rasa kita yang sedang jatuh dan cinta ini.

Yang selalu mencintai kalian karena Allah,
Koordinator Angkatan
Fakultas Farmasi Unpad 2010




Iqbal Sujida Ramadhan

Sunday 12 October 2014

Sekuel Monolog Rasa #1



Bumi Allah, 17 Dzulhijjah 1435 H

"Hai pangeran, datengnya jangan lama-lama yaa..."

Lagi-lagi kalimat ini, kembali menghangatkan tubuhku yang mulai dilanda kedinginan oleh udara malam ini.
Aku kembali didera rindu, tapi aku cukup tenang, tidak sekalang-kabut seperti dahulu.

Karena sekarang, aku sudah pandai meredam gejolak-gejolak rasa ini.

Ah masa? Kamu bohong!
Kulihat letupan-letupan rasa itu masih saja ada, walaupun tak sepanas gejolaknya.

Kudengar gemuruh rasa itu terus menderu, bahkan bising sekali hasil teriakannya.
Kamu belum sepenuhnya, mengendalikan perasaan itu.
Aku tahu kok, jujur saja.


Ya wajar saja, semua ini karena ulahmu, kamu yang telah membuatku jatuh dan membuatku cinta pula.
Kamu yang memulai, namun biarlah aku yang mengakhiri.
Namun sebelum aku mengakhiri, izinkan aku untuk meminta satu hal padamu.

Ingatkan aku untuk selalu berpaling pada-Nya, ketika aku mulai memikirkan wajahmu dan menatap kedua matamu.
Bisakah kamu penuhi?



Pria sederhana yang teramat jauh dari sempurna,





Iqbal Sujida Ramadhan

Monday 6 October 2014

Bagaimana Rasanya Menjadi Tujuan?



Bumi Allah, 11 Dzulhijjah 1435 H

Bagaimana rasanya menjadi tujuan?
Menanti penuh debar, seseorang yang akan menawarkan diri untuk menjadi qawwam duniamu, yang rela mengiringi langkahmu untuk menuai pahala kebaikan.

Bagaimana rasanya menjadi tujuan?
Menunggu dengan taat, seseorang yang akan menjadi imam shalatmu di rumah, yang berani bertanggung jawab membimbingmu menuju Syurga-Nya.

Bagaimana rasanya menjadi tujuan?
Menjadi pusat segala curahan, seseorang yang akan melengkapi tulang rusukmu, yang pertama dan terakhir menyapa disamping tempat tidurmu.

Bagaimana rasanya menjadi tujuan?
Menjadi sandaran keletihan, seseorang yang akan menafkahi keluarga kecilmu, yang tulus membanting tulang dari mentari terbit hingga kembali terbenam.

Bagaimana rasanya menjadi tujuan?
Menjadi bidadari dunia, seseorang yang akan menggandeng tanganmu kemana-mana, yang tak pernah lupa menyelipkan namamu di sela-sela do'a sepanjang malam.

Duhai Dinda, seseorang yang namanya telah tertulis di Lauhul Mahfuz. Tuang rasa ini, sengaja aku ikat abadi, agar kamu dapat merasakan saat-saat aku sedang merindu. Merindu sangat akan tibanya hari Mitsaqan Ghaliiza itu.

Dan seperti yang kita ketahui bersama, "Bila titik penantian ini adalah sebuah ujian, tiada lagi ekspresi rindu selain do'a yang kupanjatkan. Bertukar do'a di sepertiga malam terakhir, selalu terjaga dalam mihrab taat."


Pria sederhana yang teramat jauh dari sempurna,





Iqbal Sujida Ramadhan

Sunday 6 July 2014

Diam Itu Sulit


Bumi Allah, 8 Ramadhan 1435 H

Aku kembali menyapamu dengan cara yang tak biasanya, lewat baris kata demi kata yang merekam kisah. Karena begitu sulit untukku, membawa hati ini, apalagi kalau masih sendiri. Tulisan ini kupersembahkan Kepada Kamu, duhai Dinda

Belakangan ini, lagi-lagi kamu mendadak menghampiriku. Disaat aku belum siap, belum siap untuk menyambut kehadiranmu. Asal kamu tahu, kehadiranmu ciptakan sejumput bahagia dihatiku, namun pada nyatanya, aku selalu menyembunyikan perasaan itu.

Jangan tanyakan padaku, mengapa. Karena aku sendiri pun tak bisa menjawabnya. Entah apa yang terjadi dengan perasaan ini. Kata orang sih, inilah yang dinamakan dengan kecenderungan terhadap lawan jenis. Tapi itu kata orang, bukan kata hatiku.

Aku bingung, aku sulit menerjemahkan perasaan ini. Aku harus bagaimana?
Lantas aku memilih diam, memilih diam untuk tidak melakukan dialog dengan perasaan ini. Karena diam adalah bahasa lain dari menjaga. Menjaga segala keutuhan perasaan ini, hingga Allah dan malaikatNya lah yang berhak mengungkapkannya di hari Miitsaqan Ghaliiza nanti. Hari dimana aku dan kamu, menyempurnakan separuh agama ini.

Tapi berlaku diam itu, rasa-rasanya sangatlah sulit untukku. Lantas di suatu hari, aku pernah membisikkan namamu “Violet 12 Juni” ke telinga Ibu dan seketika Ibu berkelakar, “Bagus namanya. Kalau kamu suka, kejar dia! Pasti banyak di luar sana yang juga suka sama dia.” Sejak hari itu, aku punya impian untuk membawamu “Violet 12 Juni” ke rumah ini dan mengenalkanmu pada kedua orang tuaku.


Pria sederhana yang teramat jauh dari sempurna,





Iqbal Sujida Ramadhan

Friday 4 July 2014

Will You Marry Me (by : Lee Seung Gi)



나랑 결혼해줄래 나랑 평생을 함께 살래
Narang gyeorhonhae jullae narang pyeongsaengeul hamkke sallae
우리 둘이 알콩달콩 서로 사랑하며
Uri duri alkongdalkong seoro saranghamyeo

나 닮은 아이 하나 너 닮은 아이 하나 낳고
Na dalmeun ai hana neo dalmeun ai hana natgo

천년만년 아프지말고 난 살고 싶은데
Cheonnyeon mannyeon apeujimalgo nan salgo sipeunde

솔직히 말해서 내가 널 더 좋아해
Soljikhi malhaeseo naega neol deo joahae
남자와 여자 사이에 그게 좋다고 하던데
Namjawa yeoja saie geuge jodago hadeonde

내가 더 사랑할께 내가 더 아껴줄께
Naega deo saranghalkke naega deo aggyeojulge
눈물이 나고 힘이 들때면 아플때면 함께 아파할께
Nunmuri nago himi deulddaemyeon ipeulddaemyeon hamkke apahalgge

평생을 사랑할께 평생을 지켜줄께
Pyeongsaengeul saranghalkke pyeongsaengeul jikyeojulkke
너만큼 좋은사람 만난걸 감사해 매일 너만 사랑하고 싶어
Neomankeun joheun saram nanmangeol gamsahae maeil neoman saranghago sipeo

나랑 결혼해줄래
Narang gyeorhonhae jullae

Marry me 매일이 행복에 겨워서
Marry me maeiri haengboke gyeowoseo
괜시리 내일이 기대되는 사람
Gwaensiri naeiri gidaedwineun saram
왜이리 왜이리 떨리는걸까
Waeiri waeiri ddeollineun geolgga
보고 또 봐도 내게 제일인 사랑
Bogo ddo bwado naege jeirin sarang
검은머리 파뿌리 될때까지
Geomeun meori pabburi dwoilddaeggaji
우리 둘의 생이 다 끝날때까지
Uri dureui saengi ggeutnalddaeggaji
손에 물은 묻혀도 눈에 눈물 절대 안묻혀
Sone mureun muthyeodo nune nunmul jeoldae anmuthyeo

넌 나의 반쪽 가슴 난 너의 반쪽 가슴되어
Neon naeui banjjok gaseum nan neoeui banjjok gaseumdwieo
숨을 쉬는 그 순간순간 널 사랑해줄께
Sumeul soneun geu sungan sungan neol saranghae julgge

시간이 지나서 주름이 늘어나도
Sigani jinaseo jureumi neureonado
꼭 지금처럼 너와 나 영원히 함께할꺼야
GGok jigeumcheoreom neowa na yeongwonhi hamkke hamkkeya

내가 더 사랑할께 내가 더 아껴줄께
Naega deo saranghalgge naega deo aggyeojulgge
눈물이 나고 힘이 들때면 아플때면 함께 아파할께
Nunmuri nago himi deulddaemyeon apeulddaemyeon hamkke apahalgge

평생을 사랑할께 평생을 지켜줄께
Pyeongsaengeul saranghalkke pyeongsaengeul jikyeojulkke
너만큼 좋은사람 만난걸 감사해 매일 너만 사랑하고 싶어
Neomankeun joheun saram nanmangeol gamsahae maeil neoman saranghago sipeo

너는 마치 어두웠던 내 삶을 밝혀주는 빛
Neoneun machi eoduwotdeon nae salmeun balhyeojuneun bit
보글보글 찌개소리로 반겨주는 집
Bogeulbogeul jjigaesoriro bangyeojuneun jib
매 말랐던 내맘에 내려주는 비
Mae mallatdeon nae mame naeryeojuneun bi
사랑이란 참 의미가 담겨있던 시
Sarangiran cham euimiga damgyeoitdeon si
하늘이 정해 준 운명의 끈
Haneuri jeonghae jun unmyeong eui ggeun
너와 나의 만남은 천생연분
Neowa na eui mannameun cheonsaengyeonbun
이세상을 다준대도 바꿀수 없는 내 삶에 오직 평생 너뿐
Isesangeul dajundaedo baggulsu eobneun nae salme ojik pyeongsaeng neobbun

내가 더 사랑할께 내가 더 아껴줄께
Naega deo saranghalgge naega deo aggyeojulgge
눈물이 나고 힘이 들때면 아플때면 함께 아파할께
Nunmuri nago himi deulddaemyeon apeulddaemyeon hamkke apahalgge

평생을 사랑할께 평생을 지켜줄께
Pyeongsaengeul saranghalkke pyeongsaengeul jikyeojulkke
너만큼 좋은사람 만난걸 감사해 매일 너만 사랑하고 싶어
Neomankeun joheun saram nanmangeol gamsahae maeil neoman saranghago sipeo

Sunday 29 June 2014

Ramadhan Kariim


Bumi Allah, 1 Ramadhan 1435 H

Alhamdulillah, puji dan syukur kupanjatkan padaMu ya Rabb, akhirnya disampaikan kembali dengan bulan Ramadhan ini.

Segala sesuatunya akan dibuat indah oleh kuasaMu ya Rabb, aku sangat yakin akan hal itu. Begitu pula untuk bulan Ramadhan kali ini, semua akan terasa begitu spesial untukku. Ramadhan kali ini akan menjadi momen yang sangat luar biasa nampaknya, selain menyelesaikan target amalan-amalan yaumi yang telah disusun, nampaknya akan disibukkan juga dengan agenda wajib mahasiswa tingkat akhir, tiada lain tiada bukan adalah Seminar Hasil Penelitian dan Sidang Komprehensif Sarjana.

Subhanallah, kedua agenda itu telah diatur sedemikian rupa oleh kuasaMu ya Rabb, keduanya bertepatan dengan ibadah shaum Ramadhan, berilah Hamba kekuatan untuk menyelesaikan semua ini ya Rabb.

“Ya Allah sesungguhnya kami memohon kepada-Mu kekuatan, keistiqomahan, kemampuan serta kecukupan dalam ketaatan dan ibadah khususnya pada bulan Ramadhan dan kami berlindung kepada-Mu dari segala musibah dan kepayahan wahai Dzat Yang Maha Pengasih”

Di hari pertama bulan Ramadhan ini, aku ingin berbagi kisah mengenai Keutamaan 10 Hari pertama Bulan Ramadhan.

Dari Abu Hurairah ra, Rasulullah SAW bersabda: “Awal bulan Ramadan adalah Rahmat, pertengahannya Maghfirah, dan akhirnya ‘Itqun Minan Nar (pembebasan dari api neraka).”

Sepuluh hari pertama di bulan ramadhan adalah awal yang cukup melelahkan dan tentunya kita berusaha beradaptasi dengan penuh kesabaran untuk melaksanakan shaum dan mengerjakan amalan-amalan yang dicintai oleh Allah SWT. Para ulama memaknai sepuluh hari pertama bulan ramadhan sebagai Rahmat, yaitu terbukanya pintu Rahmat Allah SWT, yang diberikan kepada hamba-hamba pilihan-Nya yang menunaikan shaum.

Dalam khazanah tasawuf Rahmat itu ada dua macam, pertama Rahmah Dzaatiyyah, yaitu Rahmat dan Anugerah yang diberikan Allah SWT kepada semua mahluk-Nya tanpa terkecuali. Kedua Rahmah Khushushiyyah, yaitu Rahmat dan kasih sayang yang Allah SWT hanya diberikan kepada hamba-hamba Pilihan-Nya. Sepuluh hari pertama merupakan keistimewaan karena diturunkannya Rahmat kepada hamba-hamba yang telah ikhlas dan ridha menunaikan shaum ramadhan dengan penuh keimanan kepada Allah SWT.

Salah satu Rahmat dan kasih sayang Allah SWT yang diberikan kepada hamba-hamba-Nya yang shaum dengan Iman dan taqwa yaitu disediakan salah satu pintu masuk ke dalam surga yang tidak dilalui oleh siapapun kecuali para ahli shaum.

Dari Sahal bin Sa’ad ra, Rasulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya di Surga ada salah satu pintu yang dinamakan Rayyan; masuk dari pintu tersebut ahli shaum di hari kiamat, tidak ada yang masuk dari pintu itu selain ahli shaum, lalu diserukan “Manakah para ahli shaum?’, maka berdirilah para ahli shaum dan tak ada seorangpun yang masuk dari pintu itu kecuali mereka yang tergolong para ahli shaum, dan apabila mereka sudah masuk, maka pintu surga tersebut segera tertutup, dan tak ada satupun yang diperbolehkan masuk setelah mereka.” (H.R. Bukhari dan Muslim)

Semoga Bermanfaat !

(Dari berbagai sumber)

Friday 27 June 2014

Violet di 12 Juni

Bumi Allah, 29 Sya’ban 1435 H

Di hari ini, aku ingin menyapamu dengan cara lain, dengan cara yang tak biasanya, lewat tutur kata demi kata yang merekam jejak. Dan jadikanlah aku sebagai laki-laki yang terakhir, yang terakhir, ia yang terakhir menyapamu dan biarkanlah aku menjadi seorang laki-laki yang paling dikenang untukmu. Hahaha, sudah lupakan-lupakan. Aku tahu kok, perempuan sepertimu tidak akan mungkin terusik hatinya oleh laki-laki sepertiku.

Hei violet, aku dengar hari ini kamu sedang bahagia ya? Ia, bahagia. Karena semua sahabatmu memanjatkan doa-doa kebaikan untukmu. Semua sahabatmu memberikan hadiah terbaik untukmu. Orangtuamu menyiapkan hidangan masakan dengan citra rasa yang tak kalah hebatnya dari para koki yang ada di hotel bintang lima untuk menyambut kehadiranmu di rumah.

Hmmm, wajar saja orang-orang memperlakukanmu sebaik itu. Kamu perempuan yang baik hati sih, sampai-sampai aku hampir terpikat oleh pesonamu. Pesona manismu menjadi energi positif bagiku untuk terus memperbaiki diri. Bener gitu ga yaaa? Enggak lah, niatku untuk berhijrah, InsyaAllah untuk mengejar mahabbahNya, bukan untuk mendapatkan cinta dari para makhluk ciptaanNya. Kamu juga pasti begitu bukan?

Hei, hei, hei, sudah lah, sudaaah... Tak perlu kamu menyinggung tentang pesonaku. Sudah aku tegaskan bukan, hatiku tidak akan mungkin terusik oleh laki-laki sepertimu. Oke, baiklah. Kamu memang perempuan yang cukup keras untuk menanggapi hal ini. Tapi untuk kali ini aku sepakat denganmu, dengan begitu kamu akan lebih terjaga dari hal-hal yang dapat mengotori fitrah hati ini. Syukurlah kamu cepat menyadarinya. Dengan begitu aku semakin yakin, kamu lah laki-laki yang dipilih Allah untuk menjadi Qawwamku.

Ah, masa siiiih?!? Aku tidak pantas untuk menjadi Qawwammu. Hafalan ayat-ayat Qur’anku saja masih sedikit, apalagi kuantitas amalan-amalan yaumiku yang masih sedikit. Aku tegaskan imanku saja masih compang-camping. Hei violet, sudahlah lah sudaaah... Tidak semua perasaan harus dikatakan pada saat ini juga bukan? Simpan saja sampai waktu yang tepat, aku tetap menunggumu kok. Aku tidak akan menghilang darimu, temukan saja aku di langit, di dalam doa-doa panjatmu, di dalam harapanmu. Jemputlah aku di langit, sebab aku tahu, kamu mengenalku bukan karena ada dan rupa. Tapi karena doa kita yang telah bertemu sebelum kasih kita. Doa yang kau panjatkan, ketika Yang Maha Kasih turun disepertiga malam terakhir. Doa yang kau panjatkan, hingga dapat mengguncang ArsyNya.

Aku tahu, bahwa semua ini sudah diatur sedemikian rupa oleh Sang Pencipta. Tidak ada sehelai daun pun yang gugur tanpa sepengetahuanNya. Tidak ada satu semut hitam di dalam gelap pun yang luput dari penglihatanNya. Di sini, aku hanya ingin memahami apa yang terjadi dengan rasa ini. Apa sebenarnya yang membuat nama kita saling bertaut. Hanya itu.

Terlepas dari itu semua, dalam benak pikirku yang lain, aku meyakini, pendam rasa yang kita simpan adalah bentuk harap yang kini Allah berikan jawabannya. Semoga Allah menyampaikan usia di hari Miitsaqan Ghaliiza nanti.

By the way, Barakallah fii umrik, violet yang tak bisa disebut namanya disini. Maaf, begitu terlambat. Seperti biasa, aku selalu terlambat, terlambat untuk menyatakan rasa ini padamu. Karena aku kurang pandai dalam menerjemahkan rasa ini.


Pria sederhana yang teramat jauh dari sempurna,




Iqbal Sujida Ramadhan

Thursday 29 May 2014

Miitsaqan Ghaliiza

Bumi Allah, 30 Rajab 1435 H


Monolog rasa kian meradang
Menanti janji tak kunjung tiba
Terdengar sayup isak tangis
Dari palung samudera hati


“Kamu serius mau melangkah ke Miitsaqan Ghaliiza?”

Pertanyaan singkat itu, tiba-tiba saja membuat pandanganku bias, pikiranku kosong, perasaanku berkecamuk, dan lisanku terkunci rapat.

Wajar saja aku seperti itu, karena ini menyangkut tentang Miitsaqan Ghaliiza. Ya, Miitsaqan Ghaliiza sebuah perjanjian yang amat kuat. Bayangkan saja, firman Allah SWT dalam Q.S An-Nisa 4:21, memaknai Miitsaqan Ghaliiza itu merupakan suatu ikatan lahir dan batin antara seorang lelaki dan seorang perempuan untuk hidup bersama. Dengan kata lain, perjanjian itu dilakukan pada saat proses akad nikah dan tiada lain, tiada bukan adalah Ijab-Qabul.

Dimana Miitsaqan Ghaliiza (perjanjian yang amat kuat) ini hanya ditemui tiga kali dalam Al-Qur’an. Pertama yang disebut di atas, yakni menyangkut perjanjian antara suami-istri, dan dua sisanya menggambarkan perjanjian Allah dengan para nabi-Nya (Q.S Al-Ahzab 33:7) dan perjanjianNya dengan umatNya dalam konteks melaksanakan pesan-pesan agama (Q.S An-Nisa 4:154).

Subhanallah, begitu kuatnya janji yang diucapkan pada saat akad nikah (Ijab-Qabul). Sampai-sampai disetarakan dengan perjanjian  antara Allah SWT dengan Nabi Musa AS di bukit thur. Dimana janji itu mampu mengguncang Arsy, membuat malaikat ikut mengamini, dan Allah juga meridai.

Jujur pada waktu itu, ada rasa tak terdefinisi. Bahagia, cemas, takut, gemetar, entah ada berapa rasa lagi yang berhimpun menjadi satu. Sejenak, pikiranku melayang pada masa yang akan datang, sekian detik kemudian kotak memori masa laluku pun terbuka. Entah apa yang kucari. Mungkin sebuah keyakinan, bahwa tiba saatnya aku memasuki zona Ijab-Qabul ini.


Sergapan rindu kian menderu
Gemuruh harap labuhkan cinta
Tertancap tegas mengikat jejak
Di atas tahta penantian ini


Dipikir-pikir lucu juga ya, aku tidak bisa menjawab pertanyaan sesingkat itu. Padahal, pertanyaan singkat “kapan nikah?” pun bisa kujawab. Meskipun, perlu memadukan antara rasionalisasi hati dengan pikiran, dalam waktu yang cukup singkat untuk menjawab pertanyaan itu kepada khalayak.

Betul, apa kata Mas Gun panggilan dari Kurniawan Gunadi dalam cerita Mencari Tahu.

Tahukah kita? Seandainya setiap orang paham bahwa mencintai bukan hanya soal waktu, soal keberanian, atau soal kesempatan. Namun, soal keimanan dan ketaqwaan. Bila setiap orang sadar bahwa tidak semua perasaan itu harus dituruti. Tidak harus dikatakan. Tidak harus ditindak lanjuti. Kan sudah aku bilang, urusan ini bukan sekedar urusan waktu dan keberanian, tapi urusan keimanan dan ketaqwaan.

Tahukah kita? Terlalu banyak orang kehilangan sabar. Tidak mampu memahami keadaan. Terlalu terburu-buru mengungkapkan sesuatu. Tidak berpikir dua kali untuk bertanya-tanya, “apakah kiranya Tuhan ridho dengan tindakannya?”

Tahukah kita? Pada akhirnya orang yang bisa membersamai kita bukanlah dia yang lebih cepat atau lebih lambat. Tetapi dia yang bisa mengiringi langkah kita. Langkah yang sama jauhnya, sama pendeknya. 


Janji ini menjelang semi
Menjadi elok di akhir kisah
Dalam koridor do’a yang terjaga
Syahdu dan khidmat menuju padaNya


Kini aku kembali menata hati dan memperbaiki niat. Mencoba menghentikan berjuta sensasi dan fantasi yang kembali mengendalikan pikiranku. Tak terasa, kini semakin dekat.

Dan seperti yang kita ketahui bersama, “Bila titik penantian ini adalah sebuah ujian, tiada lagi ekspresi rindu selain do'a yang kita panjatkan. Bertukar do'a di sepertiga malam terakhir, selalu terjaga dalam mihrab taat.”

Maaf, maaf jika aku terlalu berlebihan menanggapi hal ini. Mari kita kembali meningkatkan keimanan dan ketaqwaan kita kepada Allah SWT.

Setidaknya, lewat tulisan ini, mungkin kamu bisa menafsirkan, sekelumit rasa yang sedang berkecamuk pada waktu itu hingga membuat raga ini terkulai lemah dan bibir ini terbujur kaku.


Pria sederhana yang teramat jauh dari sempurna,




Iqbal Sujida Ramadhan

Wednesday 23 April 2014

Kepada kamu, duhai Dinda... (by: Iqbal Sujida Ramadhan)

Bumi Allah, 23 Jumadil akhir 1435 H


Kepada kamu, duhai Dinda yang kubutuhkan...

Tergerak langkahku mengikat bayangmu,
menerobos ruang rindu dulu dan kini
Tak peduli dengan kabut senja,
yang kutahu kini jarak telah luruh

Kepada kamu, Duhai dinda yang kuimpikan...

Alunan suara menyahut diriku,
menggetarkan bulir-bulir embun perasaan
Tak dikira akan seanggun ini,
mengisi bejana cinta dalam hati

Kepada kamu, Duhai dinda yang kubayangkan...

Menyulam mimpi merajut makna,
tentang kesungguhan hati yang tak terbantah
Pesona teduhmu buat hatiku tersipu,
tertawan dalam bingkai asmara

Kepada kamu, Duhai dinda yang kurahasiakan...

Derap hati yang tak pernah ingkar,
kisah rahasia bersemayam sejuk
Menepi di pelabuhan hati tertaut,
sebagai bukti atas janji suci

Kepada kamu, duhai dinda yang kunanti...

Bila titik penantian ini adalah sebuah ujian,
tiada lagi ekspresi rindu selain do'a yang kupanjatkan
Bertukar do'a di sepertiga malam terakhir,
selalu terjaga dalam mihrab taat

                

Monday 7 April 2014

Hei Jagoan !!! Akhirnya Kalian Berhasil Membuat Aku Kangen Juga

Bumi Allah, 8 Rabiul akhir 1435 H

Sesampainya di SDN Cisitu
"Om Iqbal, hari ini mau ngajar kelas berapa?" tanya Maul, anak gembul kelas 3 yang innocent banget.
"Ngajar kelas limaaaaa" jawab aku dengan nada kekanak-kanakan.
"Yaahhhhh, kenapa ga di kelas tiga aja?" keluh Aay, laki-laki yang paling hyperactive di kelas 3.
"Soalnya, A Iqbal diminta ma kakak-kakak KKN yg lain buat ngajar bahasa sunda di kelas lima".
"Aaaaahhh, Ka Iqbal mah, udah di kelas tiga ajaa, ngajar matematika lagiiii" keluh Hendi, anak yang paling jago "nyekil" pake puisi-puisi ke teteh-teteh yang KKN.
"Udah dulu yaaaa, A Iqbal mau masuk kelas lima dulu" ujarku, sambil melempar senyum kepada mereka.

Babarengan kelas 3

Tiba di ruang kelas lima SDN Cisitu
"Sikap, beri salam !!!" seru Aga, ketua murid kelas 5 yang udah lancar baca Al-Qur'annya.
"Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh" sontak seluruh murid kelas 5.
"Wa'alaikumussalam ade-ade" jawab aku dengan penuh kasih sayang.
"A Iqbal maen game yukkk !!!" seraya murid kelas 5.
"Nah loh, sekarang kan waktunya belajar bahasa sunda" gumam aku dalam hati.

Babarengan kelas 5

Gusti nu agung, emang dasarnya anak-anak, bawaannya pengen maen muluuu...
Apoteker berkata lah, komuni-gaya komuni-kata lah, game konsentrasi lah, cap-guri-cap-guri-cap-cap-cap lah dan masih banyak lagi games dadakan yang kubuat pada waktu itu.
Tiba-tiba jadi kangen jagoan-jagoan ku nih, semoga jagoan-jagoan ku sehat selalu disana, ga banyak maen HP ma Tab mulu, nurut ma orang tua, rajin ke pesantrennya, jangan bolos mulu.

Tangan ini tak sempat untuk memeluk mereka, ya Rabb...
peluk mereka dalam dekap hangatMu.
Jemari ini tak sempat untuk menggenggam mereka, ya Rabb...
genggam mereka dalam ikat eratMu.
Raga ini tak sempat untuk menjaga mereka, ya Rabb...
jaga mereka dalam penuh kasihMu.

Yang selalu mencintai kalian karena Allah,
Mahasiswa KKN Unpad Desa Cisitu
Periode Januari-Februari 2014 



Iqbal Sujida Ramadhan

Friday 17 January 2014

Pelangi dan Benang

Bumi Allah penuh dengan rindu, 16 Rabiul awal 1435 H 



Hai pelangi, apa kabar kalian hari ini ? Akhir-akhir ini kalian bersembunyi dimana ? Kalian hampir membuat aku benar-benar lupa bahwa selama masih ada hujan tentu saja ada pelangi.

Oh iya, aku juga ingin bercerita semoga saja sore ini hujan turun dengan anggun dan membawa kalian menghiasi bumi. Beberapa hari yang lalu aku beranjak dari tempat dudukku dan pergi ke suatu tempat, di tempat itu aku mendapatkan benang. Lantas aku ingin mengikat kalian agar tidak kehilangan keindahannya. Aku tahu, betapa banyaknya orang-orang yang berharap pelangi itu selalu ada untuk menghiasi bumi ini.

"Aku ingin berbisik pada seseorang dan menunjukkan realitanya. Pelangi tak akan pergi begitu saja meninggalkan aku. Berdoalah agar hujan selalu membasahi bumi, membasahi hati kalian dan melukiskan pelangi diwajah kalian."

Aku penuh harapan dan tetap tersenyum menyemangati diri sendiri. Agar aku bisa bertemu dengan kalian, pelangi.


Aku rindu kalian, pelangi. Semoga Allah bisa mempertemukan kita lagi dan berbagi kisah yang dapat menginspirasi negeri ini. Aamiin ya Rabb...

 

blogger templates | Make Money Online