Sunday 11 October 2015

Sekuel Monolog Rasa #4



Bumi Allah, 28 Dzulhijjah 1436 H


“Beribu ombak laut tlah kulewati, namun gelombang rasa ini terus menderu, tak pernah mengenal pasang-surut, seperti rinduku padamu di kala purnama menampakkan siluetnya”


Kau tahu? Laut begitu luas bukan? Bahkan, kita tak akan pernah tahu batasnya sampai mana. Bagiku, laut adalah bejana untuk menampung rinduku padamu. Karena rinduku padamu memang tak berbatas, layaknya langit yang tak kan pernah bisa dijangkau oleh tangan manusia. Karena langit tak ada batasnya juga.

Dan apa kamu ingat, aku pernah menyebutmu laut sebab sepasang bola mata milikmu semenenangkan biru? Ah, pasti kamu tidak mengingatnya. Maka, biarlah aku mengajakmu kembali untuk membuka kotak pandora yang sengaja aku titipkan padamu.

Bersama dengan terbukanya kotak pandora itu, kamu akan kubuat melompat pada suatu masa dimana kakiku menginjak tanah yang sama seperti kakimu. Judulnya, “Ketika kita bersama”, (mungkin) ini prolog yang tepat untuk memulai ceritaku.

Ketika kita bersama, aku punya sekali banyak lebam, bahkan kamu akan kerepotan untuk menyembuhkannya. Aku terlalu rumit dalam banyak hal, yang memahami dan merapikannya, akan melelahkanmu. Aku terlahir dengan fisik dan hati yang amat rapuh, mudah sakit dan mudah menangis, lagi-lagi, itu hanya melelahkan. Pada saat itulah, aku membuat Allah bingung, sebab denganmu aku berharap dijauhkan.


“Atas muara hati yang akan tertuju nanti, aku serahkan padaMu, Rabb yang menciptakan semesta ini. Kini selamat menjadi yang bahagia, dan selamat menemukan bahagia-bahagia lainnya. Beri aku langkah yang mudah, untuk di hati menjadikanmu sesuatu yang lalu. Bukan pergi apalagi bersembunyi. Aku hanya bergeser ke poros bumi yang lain, agar memandang punggungmu tak seberharap dulu”


Aku ingin sekali merindukanmu tanpa menyulitkan perasaanmu. Karena memang merindukanmu itu, tak membutuhkan syarat dan alur birokrasi yang rumit, bukan?

Lalu, apa yang bisa aku lakukan untuk merindukanmu? Menyapamu kah, sembari menanyakan “Bagaimana aktivitas kamu hari ini?” atau “Adakah inspirasi yang dapat kamu bagikan kepadaku hari ini?”

Namun, seperti yang kamu tahu. Aku memang tak pandai untuk memulai terlebih dahulu, karena aku salahsatu makhluk yang diciptakan olehNya dengan keberanian yang begitu payah.

Seiring berjalannya mesin waktu, tanpa harus aku dikte kembali disetiap ruas-ruasnya. Aku mulai mengerti, disaat aku menulis, aku merasakan rindu yang begitu hebatnya padamu. Oleh karena itu, aku memutuskan dengan cara seperti inilah aku merindukanmu. Tidak apa-apa kan?


“People fall in love in mysterious ways, and I just wanna tell you I am ....”


Ya Rabb....
Jangan sampai hati ini telah menikah dengan dunia dan seisinya. Aku tak ingin bercerai dariMu.
Biarlah semua perasaan ini tumpah meruah dan cukup bermuara padaMu saja. Tidak pada yang lain.
Temani kesepianku di kala terik mentari menggersangkan hatiku dan di kala lengkut sabit rembulan mencuri perhatian pandangku.
Sudikah engkau kembali menerima do’aku, “Ma Fii Qalbii Ghairullah... Tiada di hatiku melainkan Allah...”





Pria sederhana yang teramat jauh dari sempurna,






Iqbal Sujida Ramadhan

No comments:

Post a Comment

 

blogger templates | Make Money Online