Thursday, 29 May 2014

Miitsaqan Ghaliiza

Bumi Allah, 30 Rajab 1435 H


Monolog rasa kian meradang
Menanti janji tak kunjung tiba
Terdengar sayup isak tangis
Dari palung samudera hati


“Kamu serius mau melangkah ke Miitsaqan Ghaliiza?”

Pertanyaan singkat itu, tiba-tiba saja membuat pandanganku bias, pikiranku kosong, perasaanku berkecamuk, dan lisanku terkunci rapat.

Wajar saja aku seperti itu, karena ini menyangkut tentang Miitsaqan Ghaliiza. Ya, Miitsaqan Ghaliiza sebuah perjanjian yang amat kuat. Bayangkan saja, firman Allah SWT dalam Q.S An-Nisa 4:21, memaknai Miitsaqan Ghaliiza itu merupakan suatu ikatan lahir dan batin antara seorang lelaki dan seorang perempuan untuk hidup bersama. Dengan kata lain, perjanjian itu dilakukan pada saat proses akad nikah dan tiada lain, tiada bukan adalah Ijab-Qabul.

Dimana Miitsaqan Ghaliiza (perjanjian yang amat kuat) ini hanya ditemui tiga kali dalam Al-Qur’an. Pertama yang disebut di atas, yakni menyangkut perjanjian antara suami-istri, dan dua sisanya menggambarkan perjanjian Allah dengan para nabi-Nya (Q.S Al-Ahzab 33:7) dan perjanjianNya dengan umatNya dalam konteks melaksanakan pesan-pesan agama (Q.S An-Nisa 4:154).

Subhanallah, begitu kuatnya janji yang diucapkan pada saat akad nikah (Ijab-Qabul). Sampai-sampai disetarakan dengan perjanjian  antara Allah SWT dengan Nabi Musa AS di bukit thur. Dimana janji itu mampu mengguncang Arsy, membuat malaikat ikut mengamini, dan Allah juga meridai.

Jujur pada waktu itu, ada rasa tak terdefinisi. Bahagia, cemas, takut, gemetar, entah ada berapa rasa lagi yang berhimpun menjadi satu. Sejenak, pikiranku melayang pada masa yang akan datang, sekian detik kemudian kotak memori masa laluku pun terbuka. Entah apa yang kucari. Mungkin sebuah keyakinan, bahwa tiba saatnya aku memasuki zona Ijab-Qabul ini.


Sergapan rindu kian menderu
Gemuruh harap labuhkan cinta
Tertancap tegas mengikat jejak
Di atas tahta penantian ini


Dipikir-pikir lucu juga ya, aku tidak bisa menjawab pertanyaan sesingkat itu. Padahal, pertanyaan singkat “kapan nikah?” pun bisa kujawab. Meskipun, perlu memadukan antara rasionalisasi hati dengan pikiran, dalam waktu yang cukup singkat untuk menjawab pertanyaan itu kepada khalayak.

Betul, apa kata Mas Gun panggilan dari Kurniawan Gunadi dalam cerita Mencari Tahu.

Tahukah kita? Seandainya setiap orang paham bahwa mencintai bukan hanya soal waktu, soal keberanian, atau soal kesempatan. Namun, soal keimanan dan ketaqwaan. Bila setiap orang sadar bahwa tidak semua perasaan itu harus dituruti. Tidak harus dikatakan. Tidak harus ditindak lanjuti. Kan sudah aku bilang, urusan ini bukan sekedar urusan waktu dan keberanian, tapi urusan keimanan dan ketaqwaan.

Tahukah kita? Terlalu banyak orang kehilangan sabar. Tidak mampu memahami keadaan. Terlalu terburu-buru mengungkapkan sesuatu. Tidak berpikir dua kali untuk bertanya-tanya, “apakah kiranya Tuhan ridho dengan tindakannya?”

Tahukah kita? Pada akhirnya orang yang bisa membersamai kita bukanlah dia yang lebih cepat atau lebih lambat. Tetapi dia yang bisa mengiringi langkah kita. Langkah yang sama jauhnya, sama pendeknya. 


Janji ini menjelang semi
Menjadi elok di akhir kisah
Dalam koridor do’a yang terjaga
Syahdu dan khidmat menuju padaNya


Kini aku kembali menata hati dan memperbaiki niat. Mencoba menghentikan berjuta sensasi dan fantasi yang kembali mengendalikan pikiranku. Tak terasa, kini semakin dekat.

Dan seperti yang kita ketahui bersama, “Bila titik penantian ini adalah sebuah ujian, tiada lagi ekspresi rindu selain do'a yang kita panjatkan. Bertukar do'a di sepertiga malam terakhir, selalu terjaga dalam mihrab taat.”

Maaf, maaf jika aku terlalu berlebihan menanggapi hal ini. Mari kita kembali meningkatkan keimanan dan ketaqwaan kita kepada Allah SWT.

Setidaknya, lewat tulisan ini, mungkin kamu bisa menafsirkan, sekelumit rasa yang sedang berkecamuk pada waktu itu hingga membuat raga ini terkulai lemah dan bibir ini terbujur kaku.


Pria sederhana yang teramat jauh dari sempurna,




Iqbal Sujida Ramadhan

Wednesday, 23 April 2014

Kepada kamu, duhai Dinda... (by: Iqbal Sujida Ramadhan)

Bumi Allah, 23 Jumadil akhir 1435 H


Kepada kamu, duhai Dinda yang kubutuhkan...

Tergerak langkahku mengikat bayangmu,
menerobos ruang rindu dulu dan kini
Tak peduli dengan kabut senja,
yang kutahu kini jarak telah luruh

Kepada kamu, Duhai dinda yang kuimpikan...

Alunan suara menyahut diriku,
menggetarkan bulir-bulir embun perasaan
Tak dikira akan seanggun ini,
mengisi bejana cinta dalam hati

Kepada kamu, Duhai dinda yang kubayangkan...

Menyulam mimpi merajut makna,
tentang kesungguhan hati yang tak terbantah
Pesona teduhmu buat hatiku tersipu,
tertawan dalam bingkai asmara

Kepada kamu, Duhai dinda yang kurahasiakan...

Derap hati yang tak pernah ingkar,
kisah rahasia bersemayam sejuk
Menepi di pelabuhan hati tertaut,
sebagai bukti atas janji suci

Kepada kamu, duhai dinda yang kunanti...

Bila titik penantian ini adalah sebuah ujian,
tiada lagi ekspresi rindu selain do'a yang kupanjatkan
Bertukar do'a di sepertiga malam terakhir,
selalu terjaga dalam mihrab taat

                

Monday, 7 April 2014

Hei Jagoan !!! Akhirnya Kalian Berhasil Membuat Aku Kangen Juga

Bumi Allah, 8 Rabiul akhir 1435 H

Sesampainya di SDN Cisitu
"Om Iqbal, hari ini mau ngajar kelas berapa?" tanya Maul, anak gembul kelas 3 yang innocent banget.
"Ngajar kelas limaaaaa" jawab aku dengan nada kekanak-kanakan.
"Yaahhhhh, kenapa ga di kelas tiga aja?" keluh Aay, laki-laki yang paling hyperactive di kelas 3.
"Soalnya, A Iqbal diminta ma kakak-kakak KKN yg lain buat ngajar bahasa sunda di kelas lima".
"Aaaaahhh, Ka Iqbal mah, udah di kelas tiga ajaa, ngajar matematika lagiiii" keluh Hendi, anak yang paling jago "nyekil" pake puisi-puisi ke teteh-teteh yang KKN.
"Udah dulu yaaaa, A Iqbal mau masuk kelas lima dulu" ujarku, sambil melempar senyum kepada mereka.

Babarengan kelas 3

Tiba di ruang kelas lima SDN Cisitu
"Sikap, beri salam !!!" seru Aga, ketua murid kelas 5 yang udah lancar baca Al-Qur'annya.
"Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh" sontak seluruh murid kelas 5.
"Wa'alaikumussalam ade-ade" jawab aku dengan penuh kasih sayang.
"A Iqbal maen game yukkk !!!" seraya murid kelas 5.
"Nah loh, sekarang kan waktunya belajar bahasa sunda" gumam aku dalam hati.

Babarengan kelas 5

Gusti nu agung, emang dasarnya anak-anak, bawaannya pengen maen muluuu...
Apoteker berkata lah, komuni-gaya komuni-kata lah, game konsentrasi lah, cap-guri-cap-guri-cap-cap-cap lah dan masih banyak lagi games dadakan yang kubuat pada waktu itu.
Tiba-tiba jadi kangen jagoan-jagoan ku nih, semoga jagoan-jagoan ku sehat selalu disana, ga banyak maen HP ma Tab mulu, nurut ma orang tua, rajin ke pesantrennya, jangan bolos mulu.

Tangan ini tak sempat untuk memeluk mereka, ya Rabb...
peluk mereka dalam dekap hangatMu.
Jemari ini tak sempat untuk menggenggam mereka, ya Rabb...
genggam mereka dalam ikat eratMu.
Raga ini tak sempat untuk menjaga mereka, ya Rabb...
jaga mereka dalam penuh kasihMu.

Yang selalu mencintai kalian karena Allah,
Mahasiswa KKN Unpad Desa Cisitu
Periode Januari-Februari 2014 



Iqbal Sujida Ramadhan

Friday, 17 January 2014

Pelangi dan Benang

Bumi Allah penuh dengan rindu, 16 Rabiul awal 1435 H 



Hai pelangi, apa kabar kalian hari ini ? Akhir-akhir ini kalian bersembunyi dimana ? Kalian hampir membuat aku benar-benar lupa bahwa selama masih ada hujan tentu saja ada pelangi.

Oh iya, aku juga ingin bercerita semoga saja sore ini hujan turun dengan anggun dan membawa kalian menghiasi bumi. Beberapa hari yang lalu aku beranjak dari tempat dudukku dan pergi ke suatu tempat, di tempat itu aku mendapatkan benang. Lantas aku ingin mengikat kalian agar tidak kehilangan keindahannya. Aku tahu, betapa banyaknya orang-orang yang berharap pelangi itu selalu ada untuk menghiasi bumi ini.

"Aku ingin berbisik pada seseorang dan menunjukkan realitanya. Pelangi tak akan pergi begitu saja meninggalkan aku. Berdoalah agar hujan selalu membasahi bumi, membasahi hati kalian dan melukiskan pelangi diwajah kalian."

Aku penuh harapan dan tetap tersenyum menyemangati diri sendiri. Agar aku bisa bertemu dengan kalian, pelangi.


Aku rindu kalian, pelangi. Semoga Allah bisa mempertemukan kita lagi dan berbagi kisah yang dapat menginspirasi negeri ini. Aamiin ya Rabb...

Tuesday, 10 December 2013

Semiliar Cintaku Untuk Para Cahaya


Bumi Allah, 6 Safar 1435 H
Bismillahrrahmaanirrahiim
Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh


Adalah perasaan nikmat di dalam hati,
lantran kita mendapati apa yang kita cintai,
dan merengkuh apa yang amat kita hasrati
- Ibnu Qayyim -


Rasa ini sudah sepantasnya tumpah ruah menyublim kedalam bejana syukurMu
CintaMu yang begitu menggelora bersemayam tenang didalam qalbu
Bangun di sepertiga malam terakhir, cinta ini selalu terjaga, sadar, dan memilih menyalakan lilin di tengah gelapnya dunia, melanjutkan mimpi indah yang belum selesai dengan cita yang agung, tinggi dan ikhlas
Ya Rabb... Hanya dengan kuasaMu lah, cinta ini tetap bersujud di mihrab taatMu
Ya Rabb... Terimakasih atas segala nikmatMu yang telah mengantarkan Hamba untuk terus menebar kebaikan dan manfaat di Bumi Allah tercinta ini


Jika engkau merasa bahwa segala yang disekitarmu gelap dan pekat,
tidaklah dirimu curiga bahwa engkaulah
yang dikirim oleh Allah untuk menjadi cahaya bagi mereka ?
berhentilah mengeluhkan kegelapan itu,
sebab sinarmulah yang sedang mereka nantikan, maka berkilaulah !

Kurang lebih selama 300 hari, 7200 jam, 432000 menit, dan 25920000 detik yang sulit sekali untuk dilupakan, waktu ketika menikmati amanah yang dipikul. Amanah yang dipikul bersama kalian semua, wahai para penggerak peradaban.
Perjalanan kita menorehkan tinta emas di Keluarga Mahasiswa Farmasi Universitas Padjadjaran, tentunya memerlukan cadangan energi yang tidak sedikit agar terus bertahan dan melaju. Ya, bertahan dan melaju melawan rasa jenuh yang mendera, menerobos rasa bosan yang menerpa, menciptakan jeda untuk setiap pergantian kesibukan yang menjemukan, dan menyegarkan suasana jiwa yang kelelahan dengan kerja dan aktivitas yang monoton. Sebab, seringkali kita tersandera dengan keadaan dan suasana semacam itu, disela-sela mengharapkan kesinambungan semangat dan daya hidup yang stabil.
Ketika kita mengalami kendala dalam kerja, misalnya, entah karena harapan tak sesuai kenyataan, entah karena mengalami kelelahan fisik dan jiwa, entah karena tak kuasa melawan kondisi yang tak kondusif, seringkali sebagian diantara kita mengalami goncangan dalam hidupnya. Lalu berhenti dan tidak mengerti harus berbuat apa.
Terimakasih yang tulus dari dasar lubuk hatiku, karena kalian sudah memilih untuk tidak lari, bertahan, dan mencari jalan keluarnya. Karena kalian sudah bergerak bersama untuk menjadi bangunan yang kokoh.
Kalian memang diciptakan untuk hadir sebagai cahaya di Keluarga Mahasiswa Farmasi Universitas Padjadjaran ini.
Kalian luar biasaaa......
Hanya Allah yang pantas membalas segala amal kebaikan kalian semua.









Kala cinta bertransformasi dari sebuah kata sifat menjadi kata kerja,
maka tersusunlah sebuah kalimat luhur yang membangun peradaban dunia,
kalimat luhur itu terus melambung tinggi menggapai istana surga

Teruslah bergerak kepada kebaikan dan selalu berpihak kepada kebenaran Allah.
Tidak ada kata berhenti di dalam kamus para pejuang, karena Allah telah berfirman dalam Q.S. Asy-Syarh : 7, “Maka apabila engkau telah selesai (dari suatu urusan), tetaplah bekerja keras (untuk urusan yang lain)”.
Ia benar, tidak ada kata istirahat apalagi berhenti, karena sesungguhnya sebaik-baiknya tempat peristirahatan seorang pejuang Allah itu, hanyalah di SurgaNya kelak. Bukan di duniaNya yang penuh dengan tipu daya ini.


Hanya do’a yang tersungging khidmat di bibir ini sebagai kado terindah yang dapat saya berikan untuk kalian para cahaya

Ya Rabb... Hadiahkan mereka dengan pelukanMu yang begitu mesra, dengan cintaMu yang begitu hangat dan dengan cahayaMu yang sarat akan makna kemenangan.
Ya Rabb... Mudahkan mereka dikala kesukaran menyelubungi, lindungi mereka disaat bahaya menghampiri, pelihara mereka diwaktu futur menghinggapi.
Ya Rabb... Jadikan mereka sebaik-baiknya manusia, yang selalu bermanfaat bagi sesamanya.
Ya Rabb... Kumpulkan kembali Hamba dengan mereka didalam lingkaran ukhuwah di padang mahsyar nanti, janganlah Engkau menjauhkan dan memusuhkan satu diantara kami, karena sesungguhnya wasiat Sang Nabi itu rasanya amat berat sekali : "jadilah hamba-hamba Allah yang bersaudara".
Aamiin Ya Rabbal’alamiin...

Cahaya, saya menyadari jika saya banyak lalai dalam memikul amanah ini. Bimbinglah saya agar senantiasa terus berbenah dan do'akan saya bisa mempertanggung jawabkan apa yang saya perbuat, memperbaiki semua kelalaian yang pernah dilakukan.

Terimakasih Cahaya...
Sukses selalu untuk kita semua...
Insya Allah...


Yang selalu mencintaimu karena Allah,
Deputi Bidang Pengembangan Potensi Mahasiswa
BEM Kema Farmasi Unpad Kabinet Dedikasi 2013




Iqbal Sujida Ramadhan
 

blogger templates | Make Money Online